Program Studi Fotografi, Fakultas Seni Media Rekam (FSMR), Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta bekerja sama dengan American Institute for Indonesian Studies (AIFIS) menggelar webinar bertajuk “Finding Photographic Practice in Southeast Asia” pada Selasa, 23 Juni 2020. AIFIS adalah konsorsium 24 Universitas Amerika yang mendorong dan mengembangkan a scholarly exchange antara peneliti Indonesia dan Amerika dengan minat studi Indonesia. Webinar yang diselenggarakan atas kerja sama dua lembaga tersebut menghadirkan Brian Arnold (American Photographer), Charles Fox (Lecturer, the University of Nottingham Trent University, UK), dan Pamungkas Wahyu Setiyanto, M.Sn (Dosen Prodi Fotografi, FSMR, ISI Yogyakarta) sebagai pembicara. Webinar yang dimoderatori oleh Adya Arsita, S.S., M.A. itu diikuti oleh puluhan peserta dari berbagai kota di Indonesia bahkan juga dari luar negeri.
Dekan Fakultas Seni Media Rekam (FSMR) Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Dr. Irwandi, M.Sn., menyampaikan apresiasi dengan menyatakan bahwa webinar ini menjadi awal yang baik untuk program kerjasama antara AIFIS dan Prodi Fotografi, FSMR, ISI Yogyakarta. Harapannya, perjumpaan serupa diharapkan dapat berlanjut dan dapat memperkaya wawasan serta pengetahuan fotografi bagi mahasiswa, dosen, maupun masyarakat umum lainnya. Hal tersebut juga ditegaskan oleh Faishol Adib, selaku Program Manager AIFIS untuk cabang Yogyakarta, yang menyatakan bahwa kerja sama antara AIFIS dengan Prodi Fotografi ini adalah kelanjutan dari kerja sama yang sebelumnya pernah dilaksanakan antara AIFIS dan Prodi Animasi FSMR ISI. Ia berharap selanjutnya program kerja sama dapat berlanjut antara AIFIS dan FSMR ISI Yogyakarta.
Selama webinar berlangsung, para pembicara mempresentasikan praktik-praktik fotografi dan aktivitas riset mereka di negara-negara Asia baik dari sosial, ekonomi, poltik, dan budaya. Kecintaan Brian Arnold pada Indonesia berawal sejak ia mulai mempelajari gamelan dan gending-gending Jawa, hingga pada awal tahun 1992-1994 ketertarikannya akan budaya Jawa berkembang untuk mempelajari budaya Indonesia secara luas. Keinginan untuk lebih mengenal kebudayaan semakin kental sehingga ia mulai melakukan riset dan berkeliling Indonesia untuk mendokumentasikan perjalanannya dari segala aspek sosial dan budaya. Dari kantong-kantong kebudayaan tersebut akhirnya Brian Arnold menemukan komunitas-komunitas seni atau komunitas sosial yang menarik untuk didokumentasikan.
Demikian pula Charles Fox, seorang wartawan foto yang pernah bekerja untuk merekam berbagai peristiwa di Kamboja. Isu sosial, politik, dan kemanusiaan di negara yang sedang berkembang tersebut menarik perhatiannya. Ia pun kemudian memutuskan melakukan proyek fotografi yang menyajikan beragam isu dari negara tersebut, untuk dimuat di media-media ternama seperti Time, National Geographic, The Sunday Times, BBC Picture, dan Aljazeera Picture.
Salah satu proyeknya yang berjudul ‘Found Cambodia’ menyajikan dokumentasi, arsip, dan hasil pelacakan kembali perubahan sosiokultural di Kamboja sebelum dan sesudah jatuhnya Khmer Merah pada tahun 1979. Arsip fotografi sehari-hari yang dibawa dari laci-laci, album-album, dan lemari masyarakat di sana, dapat menjadi identifikasi perubahan apa yang terjadi terhadap aspek sosial masyarakat akibat sebuah rezim dan masa peperangan yang menelan banyak korban jiwa. Dari personal project tersebut, ‘Found Cambodia’ tidak hanya berfungsi sebagai arsip visual untuk memahami perubahan masyarakat akan tetapi juga menjadi arsip warga negara Kamboja untuk tidak melupakan kepahitan masa lalu.
Pamungkas Wahyu Setiyanto, M.Sn., yang menyimpulkan paparan kedua narasumber tersebut, memberikan pandangannya bahwa karya yang dibuat oleh Charles Fox dan Brian Arnold merupakan alat komunikasi yang menceritakan dulu, kini, dan sekarang. Proyek fotografi yang dilakukan Charles Fox banyak menangkap isu sosial, seperti sebuah relief di sebuah candi, karena bisa dipelajari dan dikenang oleh generasi yang akan datang. Sedangkan Brian Arnold yang melakukan petualangan pendokumentasian kejadian budaya dan isu sosial dengan pendalaman riset jangka panjang memberikan hasil yang sangat menarik di mana yang tidak terpikirkan oleh seorang fotografer dokumenter lokal dapat direkam sangat dekat oleh Brian Arnold.