KELAS KURATORIAL SESI DARING #3 dan #4, PRAKTIK KURATORIAL DAN STUDI KASUS PAMERAN PENTING DI INDONESIA

KELAS KURATORIAL SESI DARING #3 dan #4, PRAKTIK KURATORIAL DAN STUDI KASUS PAMERAN PENTING DI INDONESIA

Kelas Kuratorial Sesi Daring #3 dan #4 yang diselenggarakan atas kerjasama Program Studi Fotografi, Fakultas Seni Media Rekam (FSMR) dan Program Studi Tata Kelola Seni, Fakultas Seni Rupa (FSR)7, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta telah berlangsung. Pada sesi daring #3, Dr. Mikke Susanto, M.A. memaparkan materi tentang praktik-praktik kuratorial. Sedangkan pada sesi daring #4, materi yang disampaikan adalah mengenai pameran-pameran penting dalam sejarah seni di Indonesia.

Tentang praktik kuratorial, Dr. Mikke Susanto, M.A. memberikan penekanan terhadap etika kuratorial yang harus dimiliki kurator-kurator pada saat ini. Hal-hal tersebut mencakup pendekatan yang adil pada setiap seniman, menghindari konflik kepentingan, dan menjaga kepercayaan yang diberikan oleh seniman. Selain itu, penting pula proses diskusi yang tuntas mengenai persetujuan finansial, isu kekuasaan, dan jaringan ‘gosip’ yang berpotensi mempengaruhi pameran dan kerja kuratorial yang dilakukan.  Selain itu, ia juga memaparkan bahwa praktik kuratorial memiliki cakupan yang sangat luas, tidak hanya dalam wilayah seni dan museum, namun bisa dipraktikkan di wilayah yang lain di luar seni seperti lembaga pemerintah untuk mengelola koleksi seni. Namun demikian, praktik kuratorial dan kehadiran kurator sejatinya juga diperlukan di berbagai bidang seperti pendidikan, pengelolaan cagar budaya, pengelolaan kebun binatang, dan sebagainya.

Sedangkan pada pemaparannya mengenai pameran-pameran penting dalam sejarah seni di Indonesia, Dr. Mikke Susanto, M.A., menceritakan dan menjelaskan tentang pameran–pameran terkurasi dari tahun 1900 – 2000an sebagai bagian sejarah dan wujud praktik kuratorial yang diakui oleh khalayak. Sejak jaman kolonial, pameran seni rupa sudah banyak dilakukan di Indonesia. Kelahiran sebuah wadah bagi aktivitas seni yang kemudian dinamai Bataviasche Kunstkring di Jakarta.  Bataviasche Kunstkring kemudian menjadi pusat seni di Indonesia pada masa itu. Ratusan, bahkan ribuan pameran diselenggarakan.

Seiring perkembangan zaman, pameran-pameran seni rupa pun mulai berkembang dan beberapa di antaranya menorehkan sejarah sebagai pameran yang mampu mendobrak kemapanan duina seni rupa. Misalnya saja, sebuah pameran yang akhirnya menjadi cikal bakal Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia. Bahkan hingga pameran-pameran yang menyisakan arsip sejarah yang dapat dinikmati hingga saat ini.

Kuliah Kuratorial Sesi Daring #3 dan #4 juga memantik antusiasme yang tinggi dari berbagai pihak. Hal tersebut terwujud dari para partisipan yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan dari berbagai institusi. Ketua Program Studi Fotografi, FSMR, ISI Yogyakarta, Dr. Irwandi, M.Sn., mengungkapkan bahwa kelas kuratorial sesi daring ini menjadi wujud praktik pembelajaran lintas jurusan untuk mengembangkan wawasan seni bagi siapapun yang membutuhkan. Harapannya, akan muncul bibit-bibit kurator muda yang akan mewarnai sejarah seni di Indonesia bahkan dunia.

ILUSTRASI PERTEMUAN DARING
Kelas Kuratorial #3 yang berlangsung kurang lebih dua jam tersebut dimoderatori oleh Adya Arsita, S.S. M.A. dengan pemateri Dr. Mikke Susanto, M.A. (Ketua Program Studi Tata Kelola Seni, Fakultas Seni Rupa, ISI Yogyakarta)
ILUSTRASI PERSAGI
Pelukis Indonesia mulai secara mandiri menggelar pameran yang bisa dianggap sebagai cikal bakal sebuah pameran sederhana karya Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi) di tahun 1940-1941 di Batavia yang dirintis oleh Agus Djaya dan Soedjojono.
ILUSTRASI DJAWA BAROE
Foto-foto yang menunjukan proses melukis untuk suatu harian yang sebetulnya merupakan bagian dari propaganda Jepang.
ILUSTRASI FOTO BERSAMA SESI DARING
Peserta kelas kuratorial sesi daring melakukan foto bersama dengan menggunakan fasilitas Zoom Meeting setelah perkuliahan selesai.
Cari
Kategori