Untuk menambah pengetahuan mahasiswa di bidang fotografi maka kelompok diskusi mahasiswa Jurusan Fotografi, Fakultas Seni Media Rekam (FSMR), Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, yaitu UKM Terasharing, mengundang Shamow ‘el Rama Surya, seorang instruktur fotografi dari Lighthouse Photo Institute. Ia telah menerbitkan beberapa buku, di antaranya yaitu “Yang Kuat Yang Kalah” (1996) dan “A Certain Grace” (2015). Shamow ‘el Rama Surya juga seorang perupa yang pernah berpameran di “Jakarta Biennale 2017:Jiwa”, dan pada tanggal 28 Februari lalu berpameran di SaRanG Building & Kedai Kebun Forum denga tajuk “HOME – Yogyakarta:’Street Mythology’.
Artist Talk sore itu dimoderatori oleh Pembina Terasharing, kak Aji Susanto Anom. Shamoew’el Rama Surya yang biasa dipanggil Sham adalah seorang fotografer yang telah menerbitkan beberapa photobook yang berbicara dan berkonsep pada foto cerita. Salah satu buku nya berjudul “Yang Kuat Yang Kalah” dapat dijadikan referensi foto cerita yang baik. Dalam kesempatan sore itu, Sham membagikan berbagai pandangan dan metodenya dalam menampilkan foto cerita. Kemampuannya sebagai pewarta foto majalah HAI dan Fotomedia di masa lalu telah menuntunnya untuk menyusun karya foto hitam-putihnya menjadi acuan bagi para fotografer muda dan pewarta foto termasuk Aji Susanto selaku moderator diskusi tersebut.
Kekuatan Sham dalam bercerita dan berfilosofi lewat bingkai-bingkai visualnya juga terlihat dalam ‘Yogyakarta: Street Mythology’, sebuah rangkaian photo story yang menampilkan dinamika kota Yogyakarta sebagai entitas budaya. Simbol-simbol kebebasan dengan latar belakang perubahan kondisi politik di tahun 1998 ditampilkan dengan menarik namun tetap sederhana.
Pada diskusi kali ini Sham membagikan latar belakang penciptaan bukunya ‘Yogyakarta: Street Mithology’. Referensi atau bentuk visual dan pendekatan fotografinya terinspirasi dari Sebastiao Salgado, seorang fotografer berkebangsaan Brazil, dengan spesialisasi foto jurnalisme dan foto dokumenter hitam putih. Rama Surya juga ikut beberapa diskusi dan workshop selama proses penciptaan buku ini dan membagi pengalaman kepada mahasiswa bagaimana idealnya sebuah proses penciptaan sebuah buku foto.
Kesimpulan dari diskusi tersebut adalah bahwa seorang fotografer memiliki subjektivitas dalam objek yang terkait dengan ruang dan waktu nyata. Ia juga berpendapat bahwa kota Yogyakarta adalah suatu ruang dengan kompleksitas yang sangat menarik untuk direkam dan dijadikan karya buku foto. Hal tersebut dikarenakan semuanya ada di kota Yogyakarta, dari permasalahan etnis, budaya, agama, sosial, dan globalisasi yang terjadi sekarang ini. (HMJ FT)